Minggu, 20 Februari 2011

BID'AH DALAM ISLAM

اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا
Artinya:
“Pada hari ini, telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah aku cukupkan atasmu kenikmatan-Ku, dan Aku ridho Islam menjadi agamamu”. (QS Al Maaidah: 3).
Maka jelaslah disini bahwa Allah telah menyempurnakan Islam bagi umatNya. Kira-kira apa sih arti kata SEMPURNA? silahkan anda sebagai makhluk ciptaanNya yg diberikan Akal dan Pikiran mendefinisikan sendiri, namun saya yakin dari definisi yang anda temukan sama dengan apa yang ada dipikiran saya, dan seharusnya dari pengertian kata “sempurna” itu kita sadari bahwa TIDAK ADA KEKURANGAN SEDIKITPUN dalam Islam baik itu hukum-hukumnya, ibadahnya dan sebagainya. Maka tidak ada SATU ALASANPUN yang bisa diterima apabila ada orang yang melakukan “ibadah” yang MELEBIHI/MENGADA-ADA dalam artian tidak ada/pernah dilakukan sebelumnya seperti yang di contohkan oleh Nabi Muhammad SAW (contoh terbaik/sebaik-baiknya contoh bagi umat Islam) ataupun tertulis pada kitab suci Al-Qur’an. OK, coba kita berpikir logis sebentar, sesuatu kegiatan yang dikatakan telah sempurna tapi kita menambah2kan sesuatu tersebut (walaupun baik dari sudut pandang manusia) apakah bukan berarti bahwa kita telah tidak mempercayai ke “sempurnaan” tersebut? Beranikah kita sebagai muslim tidak mempercayai sebuah kesempurnaan yang dijamin sendiri oleh Allah SWT yang dapat kita lihat dengan jelas pada ayat diatas?
Allah berfirman:
ونزلنا عليك الكتاب تبيانا لكل شيء وهدى ورحمة وبشرى للمسلمين
Artinya:
“Dan telah Kami turunkan kepadamu Al Kitab ( Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. (QS An Nahl: 89).
واذكر ربك في نفسك تضرعا وخيفة ودون الجهر من القول بالغدو والآصال ولا تكن من الغافلين
“Dan berzikirlah (sebutlah) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan senja, dan janganlah kamu menjadi orang yang lalai”. (Al A’araf: 205)

Bagi seorang Muwahid, Bid’ah merupakan ancaman yang mengerikan, karena Rasulullah bersabda:
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Semua bid’ah itu sesat.” (HR. Muslim, Kitabul Jum’ah, no. 2002)
لَعَنَ اللهُ مَنْ آوَى مُحْدِثاً
“Allah melaknati orang yang melindungi bid’ah.” (HR. Muslim, Kitabul Adhahi, Bab Tahrim Adz-Dzabh Lighairillah, no. 5096)
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ
“Dan jauhi oleh kalian perkara-perkara baru (yakni dalam agama) karena semua bid’ah itu sesat, dan semua kesesatan di neraka.” (Shahih, HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
:Abdullah bin Mas’ud Rhadiyallahu ‘Anhu berkata,
اتبعوا ولا تبتدعوا فقد كفيتم
“Ikutilah dan jangan mengada-ngada, syariat ini sudah cukup”
Berkata Mu’adz bin Jabal Rhadiyallahu ‘Anhu,
تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ قَبْلَ أَنْ يرفع ، وَرفعهُ أَنْ يَذْهَبَ أَهْلُهُ ، أَلاَ وَإِيَّاكُمْ وَالتَّنَطُّعَ وَالتَّعَمُّقَ وَالتَّبَدُّعَ ، وَعَلَيْكُمْ بِالْعَتِيقِ

Pelajarilah ilmu sebelum diangkat, dan diangkatnya ilmu adalah dengan perginya para ulama, dan jauhilah oleh kalian memaksakan diri dalam beragama, dan ikutilah ajaran Islam yang pertama”.
Dan Al Imam Al ‘Auza’i juga mewasiatkan,
اصبر نفسك على السنة وقف حيث وقف القوم وقل بما قالوا وكف عما كفوا عنه واسلك سبيل سلفك الصالح فإنه يسعك ما يسعهم
“Sabarkan dirimu di atas sunnah, bersikaplah seperti halnya para shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, berpendapatlah dengan pendapat mereka dan tahanlah dirimu dari hal-hal yang mereka jauhi, tempuhlah jalan pendahulumu yang shalih, karena sesungguhnya agama ini cukup bagimu
sebagaimana cukup bagi mereka”
Meniti jalan salafussholih, merupakan langkah kehidupan yang tidak boleh terpisahkan bagi seorang Muwahid, karena jalan mereka adalah jalan yang di ridhoi Allah, Allah berfirman:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 100)
Rasulullah mengingatkan dalam sabdanya:
خَيْرَ أُمَّتِـي قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Sebaik-baik umatku adalah pada masaku. Kemudian orang-orang yang setelah mereka (generasi berikutnya), lalu orang-orang yang setelah mereka.” (Shahih Al-Bukhari, no. 3650)


PENGERTIAN BID’AH
Bid’ah menurut bahasa, diambil dari bida’ yaitu mengadakan sesuatu tanpa ada contoh. Sebelum Allah berfirman.
Badiiu’ as-samaawaati wal ardli
Arti : Allah pencipta langit dan bumi” [Al-Baqarah : 117]
Arti ialah Allah yg mengadakan tanpa ada contoh sebelumnya.
Juga firman Allah.
Qul maa kuntu bid’an min ar-rusuli
“Arti : Katakanlah : ‘Aku bukanlah rasul yg pertama di antara rasul-rasul”. [Al-Ahqaf : 9].
Maksud ialah : Aku bukanlah orang yg pertama kali datang dgn risalah ini dari Allah Ta’ala kpd hamba-hambanya, bahkan telah banyak sebelumku dari para rasul yg telah mendahuluiku.
Dan dikatakan juga : “Fulan mengada-adakan bid’ah”, maksud : memulai satu cara yg belum ada sebelumnya.
Dan peruntukan bid’ah itu ada dua bagian :
[1] Peruntukan bid’ah dalam adat istiadat (kebiasaan) ; seperti ada penemuan-penemuan baru dibidang IPTEK (juga termasuk didalam penyingkapan-penyingkapan ilmu dgn berbagai macam-macamnya). Ini ialah mubah (diperbolehkan) ; krn asal dari semua adat istiadat (kebiasaan) ialah mubah.
[2] Peruntukan bid’ah di dalam Ad-Dien (Islam) hukum haram, krn yg ada dalam dien itu ialah tauqifi (tdk bisa dirubah-rubah) ; Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Arti : Barangsiapa yg mengadakan hal yg baru (beruntuk yg baru) di dalam urusan kami ini yg bukan dari urusan tersebut, maka peruntukan di tolak (tdk diterima)”. Dan di dalam riwayat lain disebutkan : “Arti : Barangsiapa yg beruntuk suatu amalan yg bukan didasarkan urusan kami, maka peruntukan di tolak”.
MACAM-MACAM BID’AH
Bid’ah Dalam Ad-Dien (Islam) Ada Dua Macam :
[1] Bid’ah qauliyah ‘itiqadiyah : Bid’ah perkataan yg keluar dari keyakinan, seperti ucapan-ucapan orang Jahmiyah, Mu’tazilah, dan Rafidhah serta semua firqah-firqah (kelompok-kelompok) yg sesat sekaligus keyakinan-keyakinan mereka.
[2] Bid’ah fil ibadah : Bid’ah dalam ibadah : seperti beribadah kpd Allah dgn apa yg tdk disyari’atkan oleh Allah : dan bid’ah dalam ibadah ini ada beberapa bagian yaitu :
[a]. Bid’ah yg berhubungan dgn pokok-pokok ibadah : yaitu mengadakan suatu ibadah yg tdk ada dasar dalam syari’at Allah Ta’ala, seperti mengerjakan shalat yg tdk disyari’atkan, shiyam yg tdk disyari’atkan, atau mengadakan hari-hari besar yg tdk disyariatkan seperti pesta ulang tahun, kelahiran dan lain sebagainya.
[b]. Bid’ah yg bentuk menambah-nambah terhadap ibadah yg disyariatkan, seperti menambah rakaat kelima pada shalat Dhuhur atau shalat Ashar.
[c]. Bid’ah yg terdpt pada sifat pelaksanaan ibadah. Yaitu menunaikan ibadah yg sifat tdk disyari’atkan seperti membaca dzikir-dzikir yg disyariatkan dgn cara berjama’ah dan suara yg keras. Juga seperti membebani diri (memberatkan diri) dalam ibadah sampai keluar dari batas-batas sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
[d]. Bid’ah yg bentuk menghususkan suatu ibadah yg disari’atkan, tapi tdk dikhususkan oleh syari’at yg ada. Seperti menghususkan hari dan malam nisfu Sya’ban (tanggal 15 bulan Sya’ban) untuk shiyam dan qiyamullail. Memang pada dasar shiyam dan qiyamullail itu di syari’atkan, akan tetapi pengkhususan dgn pembatasan waktu memerlukan suatu dalil.
HUKUM BID’AH DALAM AD-DIEN
Segala bentuk bid’ah dalam Ad-Dien hukum ialah haram dan sesat, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Arti : Janganlah kamu sekalian mengada-adakan urusan-urusan yg baru, krn sesungguh mengadakan hal yg baru ialah bid’ah, dan setiap bid’ah ialah sesat”. [Hadits Riwayat Abdu Daud, dan At-Tirmidzi ; hadits hasan shahih].
Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Arti : Barangsiapa mengadakan hal yg baru yg bukan dari kami maka peruntukan tertolak”.
Dan dalam riwayat lain disebutkan :
“Arti : Barangsiapa beramal suatu amalan yg tdk didasari oleh urusan kami maka amalan tertolak”.
Maka hadits tersebut menunjukkan bahwa segala yg diada-adakan dalam Ad-Dien (Islam) ialah bid’ah, dan setiap bid’ah ialah sesat dan tertolak.
Arti bahwa bid’ah di dalam ibadah dan aqidah itu hukum haram.
Tetapi pengharaman tersebut tergantung pada bentuk bid’ahnya, ada diantara yg menyebabkan kafir (kekufuran), seperti thawaf mengelilingi kuburan untuk mendekatkan diri kpd ahli kubur, mempersembahkan sembelihan dan nadzar-nadzar kpd kuburan-kuburan itu, berdo’a kpd ahli kubur dan minta pertolongan kpd mereka, dan seterusnya. Begitu juga bid’ah seperti bid’ah perkataan-perkataan orang-orang yg melampui batas dari golongan Jahmiyah dan Mu’tazilah. Ada juga bid’ah yg mrpk sarana menuju kesyirikan, seperti membangun bangunan di atas kubur, shalat berdo’a disisinya. Ada juga bid’ah yg mrpk fasiq secara aqidah sebagaimana hal bid’ah Khawarij, Qadariyah dan Murji’ah dalam perkataan-perkataan mereka dan keyakinan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan ada juga bid’ah yg mrpk maksiat seperti bid’ah orang yg beribadah yg keluar dari batas-batas sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan shiyam yg dgn berdiri di terik matahari, juga memotong tempat sperma dgn tujuan menghentikan syahwat jima’ (bersetubuh).
Catatan :
Orang yg membagi bid’ah menjadi bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah syayyiah (jelek) ialah salah dan menyelesihi sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Arti : Sesungguh setiap bentuk bid’ah ialah sesat”.
Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menghukumi semua bentuk bid’ah itu ialah sesat ; dan orang ini (yg membagi bid’ah) mengatakan tdk setiap bid’ah itu sesat, tapi ada bid’ah yg baik !
Al-Hafidz Ibnu Rajab mengatakan dalam kitab “Syarh Arba’in” mengenai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Setiap bid’ah ialah sesat”, mrpk (perkataan yg mencakup keseluruhan) tdk ada sesuatupun yg keluar dari kalimat tersebut dan itu mrpk dasar dari dasar Ad-Dien, yg senada dgn sabda : “Arti : Barangsiapa mengadakan hal baru yg bukan dari urusan kami, maka peruntukan ditolak”. Jadi setiap orang yg mengada-ada sesuatu kemudian menisbahkan kpd Ad-Dien, padahal tdk ada dasar dalam Ad-Dien sebagai rujukannya, maka orang itu sesat, dan Islamberlepas diri dari ; baik pada masalah-masalah aqidah, peruntukan atau perkataan-perkataan, baik lahir maupun batin.
Dan mereka itu tdk mempunyai dalil atas apa yg mereka katakan bahwa bid’ah itu ada yg baik, kecuali perkataan sahabat Umar Radhiyallahu ‘anhu pada shalat Tarawih : “Sebaik-baik bid’ah ialah ini”, juga mereka berkata : “Sesungguh telah ada hal-hal baru (pada Islam ini)”, yg tdk diingkari oleh ulama salaf, seperti mengumpulkan Al-Qur’an menjadi satu kitab, juga penulisan hadits dan penyusunannya”.
Adapun jawaban terhadap mereka ialah : bahwa sesungguh masalah-masalah ini ada rujukan dalam syari’at, jadi bukan diada-adakan. Dan ucapan Umar Radhiyallahu ‘anhu : “Sebaik-baik bid’ah ialah ini”, maksud ialah bid’ah menurut bahasa dan bukan bid’ah menurut syariat. Apa saja yg ada dalil dalam syariat sebagai rujukan jika dikatakan “itu bid’ah” maksud ialah bid’ah menurut arti bahasa bukan menurut syari’at, krn bid’ah menurut syariat itu tdk ada dasar dalam syariat sebagai rujukannya.
Dan pengumpulan Al-Qur’an dalam satu kitab, ada rujukan dalam syariat krn Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan penulisan Al-Qur’an, tapi penulisan masih terpisah-pisah, maka dikumpulkan oleh para sahabat Radhiyallahu anhum pada satu mushaf (menjadi satu mushaf) untuk menjaga keutuhannya.
Juga shalat Tarawih, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat secara berjama’ah bersama para sahabat beberapa malam, lalu pada akhir tdk bersama mereka (sahabat) khawatir kalau dijadikan sebagai satu kewajiban dan para sahabat terus sahalat Tarawih secara berkelompok-kelompok di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup juga setelah wafat beliau sampai sahabat Umar Radhiyallahu ‘anhu menjadikan mereka satu jama’ah di belakang satu imam. Sebagaimana mereka dahulu di belakang (shalat) seorang dan hal ini bukan mrpk bid’ah dalam Ad-Dien.
Begitu juga hal penulisan hadits itu ada rujukan dalam syariat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk menulis sebagian hadits-hadist kpd sebagian sahabat krn ada permintaan kpd beliau dan yg dikhawatirkan pada penulisan hadits masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara umum ialah ditakutkan tercampur dgn penulisan Al-Qur’an. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat, hilanglah kekhawatiran tersebut ; sebab Al-Qur’an sudah sempurna dan telah disesuaikan sebelum wafat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka setelah itu kaum muslimin mengumpulkan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagai usaha untuk menjaga agar supaya tdk hilang ; semoga Allah Ta’ala memberi balasan yg baik kpd mereka semua, krn mereka telah menjaga kitab Allah dan Sunnah Nabi mereka Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar tdk kehilangan dan tdk rancu akibat ulah peruntukan orang-orang yg selalu tdk bertanggung jawab.

Sabtu, 19 Februari 2011

3 ILMU YANG WAJIB DICARI

Qolaa Rosululloh SAW : "Tholabul 'ilmi faridlotun 'ala kulli muslimin. Wain tholabul 'ilmi yastaghfir lahu hattal hitani fil bahri.
Bersama Rosululloh SAW : "Mencari ilmu itu wajib bagi orang islam. Dan apabila mencari ilmu, sungguh memohonkan ampun segala sesuatu, sampai ikan-ikan di lautan".

Apabila kita mencari ilmu dengan niat melaksanakan perintah Allah dan Rosululloh, maka segala sesuatu dan makhluq-makhluq di dunia ini memohonkan ampun kepada kita. Demikian utama dan pentingnya ilmu bagi manusia.

Adapun ilmu yang wajib diketahui ummat Islam adalah 3 (tiga) yaitu :
1) Ilmu ushuluddin, ilmu tauhid atau ilmu aqoid yang bersumber dari rukun Iman yang jumlahnya ada enam.
2) Ilmu feqih, ilmu syari'at yang sumbernya dari rukun Islam yang jumlahnya ada lima.
3) Ilmu tasawuf atau ilmu akhlaq yang bersumber dari rukun Ihsan yang jumlahnya ada satu yaitu : Beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat Allah, apabila belum bisa melihat Dia harus kamu selalu merasa dilihat oleh-Nya.

Namun pada umumnya ilmu tasawuf banyak dilupakan dan dianak tirikan di negeri ini, padahal Rosul sendiri menyatakan :
"Wajib atas kamu untuk bertasawuf, dengan tasawuf kamu akan merasakan lezatnya iman di dalam hatimu".

Sayid Sabiq juga berkata : Ilmu tasawuf itu adalah bagian ilmu agama Islam, bahkan ilmu tasawuf itu adalah jiwanya Islam dan berliannya Islam.

Bisa dibayangkan, bagaimana beragama Islam tanpa tasawuf maka tidak akan bisa merasakan nikmatnya beragama Islam dan Islam tidak akan ada jiwanya dan lambat laun sinar Islam akan pudar dan tidak akan bernilai.

Mengenai hubungannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi demikian : Allah Ta'ala adalah Dzat Yang Maha Kasih Sayang, Maha Agung, Maha Ghaib, Maha Dhohir. Untuk membuktikan ke Maha Agungan Allah tersebut : Allah menciptakan alam semesta. Apa yang dikatakan alam? Dalam kita Ummul Barchin : “Al 'Alam ma'khudzun minal 'alamat" artinya kalimat alam itu diambil dari kata Alamat yang artinya "tanda" atau tanda bukti adanya Allah Ta'ala, dan segala sifat ke-Agungan Allah.

Nah dari alam inilah munculnya bermacam-macam ilmu pengetahuan dan teknologi. Inipun karena manusia dibekali alat oleh Allah yang namanya Aqal.

Jadi Allah Ta'ala menurunkan dua macam kitab yang menjadi sumber segala ilmu, yaitu :
1. Kitabul Kaun yaitu kitab alam semesta ini atau disebut Sunnatulloh.
2. Kitabul Kalam yaitu Kalamulloh yang tersebut dalam kitab suci Al-Qur'an.
- Mana yang penting? Kedua-duanya adalah sangat penting. Tapi kita sebagai manusia yang beragama harus tahu mana yang paling baik bagi kita. Perhatikan dalil-dalil di bawah ini :
a) Dalam hadits Nabi disebutkan : "Khoirunnasi anfa'uhum linnas"
"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain."
b) Allah berfirman dalam surat Asy-Syu'aro' ayat 88 dan 89 : Yauma la yanfa'u malun wala banaa illa man atallohu biqolbin salim. ("Tidak akan bermanfaat pada hari qiyamat, harta maupun anak-anak kecuali yang datang menghadap Allah dengan membawa hati yang selamat, hati yang bersih.)
- Berdasarkan hadits dan ayat diatas :
1. Manusia yang paling baik adalah manusia yang paling bermanfaat.
2. Dan yang paling bermanfaat bagi Allah adalah yang menghadap Allah dengan membawa hati yang bersih.

Untuk itu prioritas utama bagi orang tua adalah mendidik anak supaya menjadi manusia yang berhati bersih, berakhlaq karimah. Dan kemudian apabila dididik menjadi intelektual, dokter, profesor, maka menjadi intelektual yang berakhlaqul karimah dan akhirnya menjadi manusia yang bermanfaat.
- Orang yang pandai menurut tasawuf adalah seperti yang ada dalam Al-Qur'an dan hadits :
a. Dalam Al-Qur'an Surat. Ali Imron Ayat 190 – 191 disebutkan orang yang pandai ialah orang yang selalu dzikir kepada Allah dalam keadaan berdiri maupun berbaring, dan mereka selalu berfikir tentang segela sesuatu yang diciptakan oleh Allah.
b. Dalam hadits disebutkan : Orang yang pandai ialah orang yang pandai mengendalikan hawa nafsunya.
- Adapun yang dipilih Nabi Sulaiman adalah ilmu hikmah, sehinga beliau dianugerahi ilmu juga harta, karena ilmu memang lebih utama daripada harta. Ingat kata sahabat Ali RA. : Ilmu adalah warisan para Nabi dan harta warisan Qorun, Fir'aun dan Syadad, ilmu itu menyinari hati dan harta itu mengeraskan hati. Dan ingat pula sabda Nabi : "Hikmah itu tuntutan orang mu'min. cintailah hikmah dimana kamu berada".

Dan ingat firman Allah : "Barangsiapa yang mendapat satu hikmah maka dia akan mendapatkan kebaikan yang amat banyak"
Ada dalil" Tolabul ilmi faridlotun ala Kulli Muslim" artinya Mencari ilmu wajiba tas tiap tiap orang islam. Pertanyaannya adalah ilmu yang manahkah yang wajib dicari? Apakah ilmu dunia ini seperti ilmu matematika, ilmu kedokteran , ilmu teknik dan sebagainya. Bila melihat dalil tadi jelas bahwa disitu ada kalimat "wajib" artinya suatu amalan yamg bial dilaksanakan akan mendapat pahala dan sebaliknya bila tidak dikerjakan akan mendapat dosa. Sekarang coba bayangkan bila ilmu yang diwajibkan adalah ilmu yang bersifat keduaniaan seperti diatas maka banyak orang akan mendapat dosa contoh ketika orang sudah menuntut ilmu politik maka dia harus diwajibkan menuntut ilmu kediokteran dan ilmu ilmu lainya, terus berapa biaya yang akan dikeluarkan? bagaimana dengan pak tani maka mereka juga wajib menuntut ilmu kedokteran denagan apa mereka menyontik apakah dengan pacul? Berarti kalau ilmu yang wajib dicari dalam ayat itu di artikan ilmu keduniaan itu maka hambir semua manusia tidak akan bisa dan berdosa semua. 
Dalam hadist di jelaskan" Al ilmu tsalatsatun wa ma siwa fahuwa fadlun, Ayatatun mukhamatun,Sunatun Qoimatun,au faridlotun adilatun"
Artinya: Ilmu itu ada tiga selain tiga itu adalah lebihan ( boleh dicari boleh tidak , dicari lebih utama), yaitu:
1. Ayat yang menghukumi (al Qur'an)
2. Sunnah yang tegak (Al hadist/ sunnah Nabi)
3. Ilmu bagi waris yang adil 
dari dalil di ats jelas bahwa ilmu yang wajib di cari ada tiga yaitu alqur'an al hadist, dan ilmu bagi waris. Khusus ilmu bagi waris sudah ada dalam qur' an dan hadist, jadi kita cukup mempelajari atau mengkaji qur'an dan hadist. Bila kita amalkan iNsyallah tidak berat, tidak memerlukan biaya yang besar, dan semua orang bisa mengamalkan dan mempelajarinya. Artinya tidak memberatkan. Sebenarnya kalau kita mau mengaji kita akan pandai dan terhindar dari bid'ah serta Taklid (mengikuti amalan tanpa tahu ilmunya) dan kita tidak akan asal mengartikan suatu dalil.

Selasa, 15 Februari 2011

Asmaul Husna 99 Keagungan Nama Allah SWT



ASMAUL HUSNA 99 KEAGUNGAN NAMA ALLAH SWT

Di dalam kitab suci Al-Qur'an Allah SWT disebut juga dengan nama-nama sebutan yang berjumlah 99 nama yang masing-masing memiliki arti definisi / pengertian yang bersifat baik, agung dan bagus. Secara ringkas dan sederhana Asmaul Husna adalah sembilanpuluhsembilan nama baik Allah SWT.

Firman Allah SWT dalam surat Al-Araf ayat 180 :

"Allah mempunyai asmaul husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asmaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan".

وَلِلّهِ الأَسْمَاء الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا

Artinya : “Hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu.” (QS. Al A’raf : 180)

Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Sesungguhnya Allah swt memiliki 99 nama, seratus kurang satu. Siapa yang menghitungnya maka ia akan masuk surga.” (HR. Bukhori)
Al ‘Ashili mengatakan bahwa makna dari menghitung nama-nama-Nya adalah mengamalkannya bukan menghitung dan menghafalkannya karena apabila sebatas itu maka itu pun bisa dilakukan oleh orang-orang kafir maupun munafiq, sebagaimana hadits bahwa orang-orang khawarij juga membaca Al Qur’an sementara ia (bacaannya) itu melewati tenggorokan mereka.
Ibn Batthol mengatakan bahwa menghitung bisa dilakukan dengan lisan dan perbuatan.

Saya pernah mendengar, bahwa Asma`ul Husna memiliki manfaat bila kita mengucapkannya. Seperti bila kita membaca " Yaa Waarits" maka Allah SWT akan memperpanjang umur kita(Wallahu`alam). Begitulah yang saya ketahui dari sebuah buku yang saya miliki.
Jawaban
وَلِلّهِ الأَسْمَاء الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا

Artinya : “Hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu.” (QS. Al A’raf : 180)
Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Sesungguhnya Allah swt memiliki 99 nama, seratus kurang satu. Siapa yang menghitungnya maka ia akan masuk surga.” (HR. Bukhori)
Al ‘Ashili mengatakan bahwa makna dari menghitung nama-nama-Nya adalah mengamalkannya bukan menghitung dan menghafalkannya karena apabila sebatas itu maka itu pun bisa dilakukan oleh orang-orang kafir maupun munafiq, sebagaimana hadits bahwa orang-orang khawarij juga membaca Al Qur’an sementara ia (bacaannya) itu melewati tenggorokan mereka.
Ibn Batthol mengatakan bahwa menghitung bisa dilakukan dengan lisan dan perbuatan. Siapa yang mengamalkan bahwa Allah swt memiliki nama-nama khusus seperti al ahad (Maha Esa), al Muta’al (Maha Tinggi), al Qodir (Maha Kuasa) dan yang lainnya maka wajib baginya untuk meyakini dan tunduk terhadapnya. Dan Allah mempunyai nama-nama yang disunnahkan untuk diikuti didalam makna-maknanya seperti ar Rohim (Maha Penyayang), al Karim (Maha Mulia), al ‘Afwu (Maha Pemaaf) dan lainnya. Dan disunnahkan bagi hamba-Nya untuk berhias dengan makna-maknanya dalam rangka menunaikan hak mengamalkannya maka inilah makna menghitung dengan amal. Adapun menghitung dengan lisan adalah mengumpulkan, menghafal dan berdoa dengannya walaupun dalam hal menghitung dan menghafal bisa dilakukan oleh orang-orang yang tidak beriman akan tetapi seorang mukmin dibedakan dengan keimanannya dan mengamalkannya. (Fathul Bari juz XIII hal 436)
Didalam hadits yang diriwayatkan Tirmidzi disebutkan ke-99 nama tersebut yaitu :
الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ الْغَفَّارُ الْقَهَّارُ الْوَهَّابُ الرَّزَّاقُ الْفَتَّاحُ الْعَلِيمُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الْخَافِضُ الرَّافِعُ الْمُعِزُّ الْمُذِلُّ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ الْحَكَمُ الْعَدْلُ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ الْحَلِيمُ الْعَظِيمُ الْغَفُورُ الشَّكُورُ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ الْحَفِيظُ الْمُقِيتُ الْحَسِيبُ الْجَلِيلُ الْكَرِيمُ الرَّقِيبُ الْمُجِيبُ الْوَاسِعُ الْحَكِيمُ الْوَدُودُ الْمَجِيدُ الْبَاعِثُ الشَّهِيدُ الْحَقُّ الْوَكِيلُ الْقَوِيُّ الْمَتِينُ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ الْمُحْصِي الْمُبْدِئُ الْمُعِيدُ الْمُحْيِي الْمُمِيتُ الْحَيُّ الْقَيُّومُ الْوَاجِدُ الْمَاجِدُ الْوَاحِدُ الصَّمَدُ الْقَادِرُ الْمُقْتَدِرُ الْمُقَدِّمُ الْمُؤَخِّرُ الْأَوَّلُ الْآخِرُ الظَّاهِرُ الْبَاطِنُ الْوَالِيَ الْمُتَعَالِي الْبَرُّ التَّوَّابُ الْمُنْتَقِمُ الْعَفُوُّ الرَّءُوفُ مَالِكُ الْمُلْكِ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ الْمُقْسِطُ الْجَامِعُ الْغَنِيُّ الْمُغْنِي الْمَانِعُ الضَّارُّ النَّافِعُ النُّورُ الْهَادِي الْبَدِيعُ الْبَاقِي الْوَارِثُ الرَّشِيدُ الصَّبُورُ
Adapun terkait dengan angka 99 ini maka Imam Muslim mengatakan bahwa para ulama telah bersepakat bahwa hadits tersebut—yang menyebutkan angka 99—tidaklah membatasi nama-nama Allah swt. Hadits itu tidak bermakna bahwa Dia swt tidak memiliki nama selain nama-nama yang 99 itu. Adapun maksud dari siapa yang menghitung 99 nama ini masuk surga adalah sebagai informasi tentang masuk surga dengan menghitungnya bukan informasi tentang pembatasan nama-nama-Nya, sebagaimana disebutkan didalam hadits lainnya,”Aku berdoa kepada-Mu dengan segala nama yang Engkau namakan diri-Mu dengannya atau yang Engkau berkuasa tentang ilmu ghoib yang ada pada-Mu.” (Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi juz XVII hal 7 – 8)
al Warits adalah salah satu nama dari nama-nama Allah swt yang mengandung arti mewarisi seluruh makhluk-Nya dan Dia-lah yang kekal setelah punah seluruhnya, sebagaimana firman Allah swt :
إِنَّا نَحْنُ نَرِثُ الْأَرْضَ وَمَنْ عَلَيْهَا وَإِلَيْنَا يُرْجَعُونَ

Artinya : “Sesungguhnya Kami mewarisi bumi dan semua orang-orang yang ada di atasnya, dan hanya kepada kamilah mereka dikembalikan.” (QS. Maryam : 40)
وَإنَّا لَنَحْنُ نُحْيِي وَنُمِيتُ وَنَحْنُ الْوَارِثُونَ

Artinya : “dan Sesungguhnya benar-benar Kami-lah yang menghidupkan dan mematikan dan Kami (pulalah) yang mewarisi.” (QS. Al Hijr : 23)
Al Qurthubi mengatakan bahwa maksudnya adalah—Kami (pulalah) yang mewarisi—bumi dan orang-orang yang ada diatasnya, tidak ada sesuatu pun selain Kami. Semisal dengan ayat ini adalah surat Maryam ayat 40. artinya Pemilik—sebenarnya—atas segala sesuatu adalah Allah swt adapun kepemilikan hamba-hamba-Nya hanya sebatas memiliki dan jika dia meninggal dunia maka yang tertinggal hanyalah anggapan—memiliki—maka Allah swt sebagai Pewaris, dari sisi ini.” (Al Jami’i Li Ahkamil Qur’an juz IX hal 381)
Adapun tentang apa yang anda tanyakan bahwa siapa membaca " Yaa Waarits" maka Allah SWT akan memperpanjang umurnya—wallahu a’lam—saya tidak menemukan sumbernya.
Wallahu A’lam


Berikut ini adalah 99 nama Allah SWT beserta artinya :

1. Ar-Rahman (Ar Rahman) Artinya Yang Maha Pemurah

2. Ar-Rahim (Ar Rahim) Artinya Yang Maha Mengasihi

3. Al-Malik (Al Malik) Artinya Yang Maha Menguasai / Maharaja Teragung

4. Al-Quddus (Al Quddus) Artinya Yang Maha Suci

5. Al-Salam (Al Salam) Artinya Yang Maha Selamat Sejahtera

6. Al-Mu'min (Al Mukmin) Artinya Yang Maha Melimpahkan Keamanan

7. Al-Muhaimin (Al Muhaimin) Artinya Yang Maha Pengawal serta Pengawas

8. Al-Aziz (Al Aziz) Artinya Yang Maha Berkuasa

9. Al-Jabbar (Al Jabbar) Artinya Yang Maha Kuat Yang Menundukkan Segalanya

10. Al-Mutakabbir (Al Mutakabbir) Artinya Yang Melengkapi Segala kebesaranNya

11. Al-Khaliq (Al Khaliq) Artinya Yang Maha Pencipta

12. Al-Bari (Al Bari) Artinya Yang Maha Menjadikan

13. Al-Musawwir (Al Musawwir) Artinya Yang Maha Pembentuk

14. Al-Ghaffar (Al Ghaffar) Artinya Yang Maha Pengampun

15. Al-Qahhar (Al Qahhar) Artinya Yang Maha Perkasa

16. Al-Wahhab (Al Wahhab) Artinya Yang Maha Penganugerah

17. Al-Razzaq (Al Razzaq) Artinya Yang Maha Pemberi Rezeki

18. Al-Fattah (Al Fattah) Artinya Yang Maha Pembuka

19. Al-'Alim (Al Alim) Artinya Yang Maha Mengetahui

20. Al-Qabidh (Al Qabidh) Artinya Yang Maha Pengekang

21. Al-Basit (Al Basit) Artinya Yang Maha Melimpah Nikmat

22. Al-Khafidh (Al Khafidh) Artinya Yang Maha Perendah / Pengurang

23. Ar-Rafi' (Ar Rafik) Artinya Yang Maha Peninggi

24. Al-Mu'izz (Al Mu'izz) Artinya Yang Maha Menghormati / Memuliakan

25. Al-Muzill (Al Muzill) Artinya Yang Maha Menghina

26. As-Sami' (As Sami) Artinya Yang Maha Mendengar

27. Al-Basir (Al Basir) Artinya Yang Maha Melihat

28. Al-Hakam (Al Hakam) Artinya Yang Maha Mengadili

29. Al-'Adl (Al Adil) Artinya Yang Maha Adil

30. Al-Latif (Al Latif) Artinya Yang Maha Lembut serta Halus

31. Al-Khabir (Al Khabir) Artinya Yang Maha Mengetahui

32. Al-Halim (Al Halim) Artinya Yang Maha Penyabar

33. Al-'Azim (Al Azim) Artinya Yang Maha Agung

34. Al-Ghafur (Al Ghafur) Artinya Yang Maha Pengampun

35. Asy-Syakur (Asy Syakur) Artinya Yang Maha Bersyukur

36. Al-'Aliy (Al Ali) Artinya Yang Maha Tinggi serta Mulia

37. Al-Kabir (Al Kabir) Artinya Yang Maha Besar

38. Al-Hafiz (Al Hafiz) Artinya Yang Maha Memelihara

39. Al-Muqit (Al Muqit) Artinya Yang Maha Menjaga

40. Al-Hasib (Al Hasib) Artinya Yang Maha Penghitung

41. Al-Jalil (Al Jalil) Artinya Yang Maha Besar serta Mulia

42. Al-Karim (Al Karim) Artinya Yang Maha Pemurah

43. Ar-Raqib (Ar Raqib) Artinya Yang Maha Waspada

44. Al-Mujib (Al Mujib) Artinya Yang Maha Pengkabul

45. Al-Wasi' (Al Wasik) Artinya Yang Maha Luas

46. Al-Hakim (Al Hakim) Artinya Yang Maha Bijaksana

47. Al-Wadud (Al Wadud) Artinya Yang Maha Penyayang

48. Al-Majid (Al Majid) Artinya Yang Maha Mulia

49. Al-Ba'ith (Al Baith) Artinya Yang Maha Membangkitkan Semula

50. Asy-Syahid (Asy Syahid) Artinya Yang Maha Menyaksikan

51. Al-Haqq (Al Haqq) Artinya Yang Maha Benar

52. Al-Wakil (Al Wakil) Artinya Yang Maha Pentadbir

53. Al-Qawiy (Al Qawiy) Artinya Yang Maha Kuat

54. Al-Matin (Al Matin) Artinya Yang Maha Teguh

55. Al-Waliy (Al Waliy) Artinya Yang Maha Melindungi

56. Al-Hamid (Al Hamid) Artinya Yang Maha Terpuji

57. Al-Muhsi (Al Muhsi) Artinya Yang Maha Penghitung

58. Al-Mubdi (Al Mubdi) Artinya Yang Maha Pencipta dari Asal

59. Al-Mu'id (Al Muid) Artinya Yang Maha Mengembali dan Memulihkan

60. Al-Muhyi (Al Muhyi) Artinya Yang Maha Menghidupkan

61. Al-Mumit (Al Mumit) Artinya Yang Mematikan

62. Al-Hayy (Al Hayy) Artinya Yang Senantiasa Hidup

63. Al-Qayyum (Al Qayyum) Artinya Yang Hidup serta Berdiri Sendiri

64. Al-Wajid (Al Wajid) Artinya Yang Maha Penemu

65. Al-Majid (Al Majid) Artinya Yang Maha Mulia

66. Al-Wahid (Al Wahid) Artinya Yang Maha Esa

67. Al-Ahad (Al Ahad) Artinya Yang Tunggal

68. As-Samad (As Samad) Artinya Yang Menjadi Tumpuan

69. Al-Qadir (Al Qadir) Artinya Yang Maha Berupaya

70. Al-Muqtadir (Al Muqtadir) Artinya Yang Maha Berkuasa

71. Al-Muqaddim (Al Muqaddim) Artinya Yang Maha Menyegera

72. Al-Mu'akhkhir (Al Muakhir) Artinya Yang Maha Penangguh

73. Al-Awwal (Al Awwal) Artinya Yang Pertama

74. Al-Akhir (Al Akhir) Artinya Yang Akhir

75. Az-Zahir (Az Zahir) Artinya Yang Zahir

76. Al-Batin (Al Batin) Artinya Yang Batin

77. Al-Wali (Al Wali) Artinya Yang Wali / Yang Memerintah

78. Al-Muta'ali (Al Muta Ali) Artinya Yang Maha Tinggi serta Mulia

79. Al-Barr (Al Barr) Artinya Yang banyak membuat kebajikan

80. At-Tawwab (At Tawwab) Artinya Yang Menerima Taubat

81. Al-Muntaqim (Al Muntaqim) Artinya Yang Menghukum Yang Bersalah

82. Al-'Afuw (Al Afuw) Artinya Yang Maha Pengampun

83. Ar-Ra'uf (Ar Rauf) Artinya Yang Maha Pengasih serta Penyayang

84. Malik-ul-Mulk (Malikul Mulk) Artinya Pemilik Kedaulatan Yang Kekal

85. Dzul-Jalal-Wal-Ikram (Dzul Jalal Wal Ikram) Artinya Yang Mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan

86. Al-Muqsit (Al Muqsit) Artinya Yang Maha Saksama

87. Al-Jami' (Al Jami) Artinya Yang Maha Pengumpul

88. Al-Ghaniy (Al Ghaniy) Artinya Yang Maha Kaya Dan Lengkap

89. Al-Mughni (Al Mughni) Artinya Yang Maha Mengkayakan dan Memakmurkan

90. Al-Mani' (Al Mani) Artinya Yang Maha Pencegah

91. Al-Darr (Al Darr) Artinya Yang Mendatangkan Mudharat

92. Al-Nafi' (Al Nafi) Artinya Yang Memberi Manfaat

93. Al-Nur (Al Nur) Artinya Cahaya

94. Al-Hadi (Al Hadi) Artinya Yang Memimpin dan Memberi Pertunjuk

95. Al-Badi' (Al Badi) Artinya Yang Maha Pencipta Yang Tiada BandinganNya

96. Al-Baqi (Al Baqi) Artinya Yang Maha Kekal

97. Al-Warith (Al Warith) Artinya Yang Maha Mewarisi

98. Ar-Rasyid (Ar Rasyid) Artinya Yang Memimpin Kepada Kebenaran

99. As-Sabur (As Sabur) Artinya Yang Maha Penyabar / Sabar