اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا
Artinya:
Artinya:
“Pada hari ini, telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah aku cukupkan atasmu kenikmatan-Ku, dan Aku ridho Islam menjadi agamamu”. (QS Al Maaidah: 3).
Maka jelaslah disini bahwa Allah telah menyempurnakan Islam bagi umatNya. Kira-kira apa sih arti kata SEMPURNA? silahkan anda sebagai makhluk ciptaanNya yg diberikan Akal dan Pikiran mendefinisikan sendiri, namun saya yakin dari definisi yang anda temukan sama dengan apa yang ada dipikiran saya, dan seharusnya dari pengertian kata “sempurna” itu kita sadari bahwa TIDAK ADA KEKURANGAN SEDIKITPUN dalam Islam baik itu hukum-hukumnya, ibadahnya dan sebagainya. Maka tidak ada SATU ALASANPUN yang bisa diterima apabila ada orang yang melakukan “ibadah” yang MELEBIHI/MENGADA-ADA dalam artian tidak ada/pernah dilakukan sebelumnya seperti yang di contohkan oleh Nabi Muhammad SAW (contoh terbaik/sebaik-baiknya contoh bagi umat Islam) ataupun tertulis pada kitab suci Al-Qur’an. OK, coba kita berpikir logis sebentar, sesuatu kegiatan yang dikatakan telah sempurna tapi kita menambah2kan sesuatu tersebut (walaupun baik dari sudut pandang manusia) apakah bukan berarti bahwa kita telah tidak mempercayai ke “sempurnaan” tersebut? Beranikah kita sebagai muslim tidak mempercayai sebuah kesempurnaan yang dijamin sendiri oleh Allah SWT yang dapat kita lihat dengan jelas pada ayat diatas?
Allah berfirman:
ونزلنا عليك الكتاب تبيانا لكل شيء وهدى ورحمة وبشرى للمسلمين
ونزلنا عليك الكتاب تبيانا لكل شيء وهدى ورحمة وبشرى للمسلمين
Artinya:
“Dan telah Kami turunkan kepadamu Al Kitab ( Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. (QS An Nahl: 89).
واذكر ربك في نفسك تضرعا وخيفة ودون الجهر من القول بالغدو والآصال ولا تكن من الغافلين
“Dan berzikirlah (sebutlah) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan senja, dan janganlah kamu menjadi orang yang lalai”. (Al A’araf: 205)
“Dan berzikirlah (sebutlah) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan senja, dan janganlah kamu menjadi orang yang lalai”. (Al A’araf: 205)
Bagi seorang Muwahid, Bid’ah merupakan ancaman yang mengerikan, karena Rasulullah bersabda:
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Semua bid’ah itu sesat.” (HR. Muslim, Kitabul Jum’ah, no. 2002)
لَعَنَ اللهُ مَنْ آوَى مُحْدِثاً
“Allah melaknati orang yang melindungi bid’ah.” (HR. Muslim, Kitabul Adhahi, Bab Tahrim Adz-Dzabh Lighairillah, no. 5096)
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ …
“Dan jauhi oleh kalian perkara-perkara baru (yakni dalam agama) karena semua bid’ah itu sesat, dan semua kesesatan di neraka.” (Shahih, HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
:Abdullah bin Mas’ud Rhadiyallahu ‘Anhu berkata,
اتبعوا ولا تبتدعوا فقد كفيتم
“Ikutilah dan jangan mengada-ngada, syariat ini sudah cukup”
Berkata Mu’adz bin Jabal Rhadiyallahu ‘Anhu,
تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ قَبْلَ أَنْ يرفع ، وَرفعهُ أَنْ يَذْهَبَ أَهْلُهُ ، أَلاَ وَإِيَّاكُمْ وَالتَّنَطُّعَ وَالتَّعَمُّقَ وَالتَّبَدُّعَ ، وَعَلَيْكُمْ بِالْعَتِيقِ
“
Pelajarilah ilmu sebelum diangkat, dan diangkatnya ilmu adalah dengan perginya para ulama, dan jauhilah oleh kalian memaksakan diri dalam beragama, dan ikutilah ajaran Islam yang pertama”.
Dan Al Imam Al ‘Auza’i juga mewasiatkan,
اصبر نفسك على السنة وقف حيث وقف القوم وقل بما قالوا وكف عما كفوا عنه واسلك سبيل سلفك الصالح فإنه يسعك ما يسعهم
“Sabarkan dirimu di atas sunnah, bersikaplah seperti halnya para shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, berpendapatlah dengan pendapat mereka dan tahanlah dirimu dari hal-hal yang mereka jauhi, tempuhlah jalan pendahulumu yang shalih, karena sesungguhnya agama ini cukup bagimu
sebagaimana cukup bagi mereka”
Meniti jalan salafussholih, merupakan langkah kehidupan yang tidak boleh terpisahkan bagi seorang Muwahid, karena jalan mereka adalah jalan yang di ridhoi Allah, Allah berfirman:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 100)
Rasulullah mengingatkan dalam sabdanya:
خَيْرَ أُمَّتِـي قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Sebaik-baik umatku adalah pada masaku. Kemudian orang-orang yang setelah mereka (generasi berikutnya), lalu orang-orang yang setelah mereka.” (Shahih Al-Bukhari, no. 3650)
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Semua bid’ah itu sesat.” (HR. Muslim, Kitabul Jum’ah, no. 2002)
لَعَنَ اللهُ مَنْ آوَى مُحْدِثاً
“Allah melaknati orang yang melindungi bid’ah.” (HR. Muslim, Kitabul Adhahi, Bab Tahrim Adz-Dzabh Lighairillah, no. 5096)
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ …
“Dan jauhi oleh kalian perkara-perkara baru (yakni dalam agama) karena semua bid’ah itu sesat, dan semua kesesatan di neraka.” (Shahih, HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
:Abdullah bin Mas’ud Rhadiyallahu ‘Anhu berkata,
اتبعوا ولا تبتدعوا فقد كفيتم
“Ikutilah dan jangan mengada-ngada, syariat ini sudah cukup”
Berkata Mu’adz bin Jabal Rhadiyallahu ‘Anhu,
تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ قَبْلَ أَنْ يرفع ، وَرفعهُ أَنْ يَذْهَبَ أَهْلُهُ ، أَلاَ وَإِيَّاكُمْ وَالتَّنَطُّعَ وَالتَّعَمُّقَ وَالتَّبَدُّعَ ، وَعَلَيْكُمْ بِالْعَتِيقِ
“
Pelajarilah ilmu sebelum diangkat, dan diangkatnya ilmu adalah dengan perginya para ulama, dan jauhilah oleh kalian memaksakan diri dalam beragama, dan ikutilah ajaran Islam yang pertama”.
Dan Al Imam Al ‘Auza’i juga mewasiatkan,
اصبر نفسك على السنة وقف حيث وقف القوم وقل بما قالوا وكف عما كفوا عنه واسلك سبيل سلفك الصالح فإنه يسعك ما يسعهم
“Sabarkan dirimu di atas sunnah, bersikaplah seperti halnya para shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, berpendapatlah dengan pendapat mereka dan tahanlah dirimu dari hal-hal yang mereka jauhi, tempuhlah jalan pendahulumu yang shalih, karena sesungguhnya agama ini cukup bagimu
sebagaimana cukup bagi mereka”
Meniti jalan salafussholih, merupakan langkah kehidupan yang tidak boleh terpisahkan bagi seorang Muwahid, karena jalan mereka adalah jalan yang di ridhoi Allah, Allah berfirman:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 100)
Rasulullah mengingatkan dalam sabdanya:
خَيْرَ أُمَّتِـي قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Sebaik-baik umatku adalah pada masaku. Kemudian orang-orang yang setelah mereka (generasi berikutnya), lalu orang-orang yang setelah mereka.” (Shahih Al-Bukhari, no. 3650)
PENGERTIAN BID’AH
Bid’ah menurut bahasa, diambil dari bida’ yaitu mengadakan sesuatu tanpa ada contoh. Sebelum Allah berfirman.
Badiiu’ as-samaawaati wal ardli
“Arti : Allah pencipta langit dan bumi” [Al-Baqarah : 117]
“Arti : Allah pencipta langit dan bumi” [Al-Baqarah : 117]
Arti ialah Allah yg mengadakan tanpa ada contoh sebelumnya.
Juga firman Allah.
Qul maa kuntu bid’an min ar-rusuli
“Arti : Katakanlah : ‘Aku bukanlah rasul yg pertama di antara rasul-rasul”. [Al-Ahqaf : 9].
“Arti : Katakanlah : ‘Aku bukanlah rasul yg pertama di antara rasul-rasul”. [Al-Ahqaf : 9].
Maksud ialah : Aku bukanlah orang yg pertama kali datang dgn risalah ini dari Allah Ta’ala kpd hamba-hambanya, bahkan telah banyak sebelumku dari para rasul yg telah mendahuluiku.
Dan dikatakan juga : “Fulan mengada-adakan bid’ah”, maksud : memulai satu cara yg belum ada sebelumnya.
Dan peruntukan bid’ah itu ada dua bagian :
[1] Peruntukan bid’ah dalam adat istiadat (kebiasaan) ; seperti ada penemuan-penemuan baru dibidang IPTEK (juga termasuk didalam penyingkapan-penyingkapan ilmu dgn berbagai macam-macamnya). Ini ialah mubah (diperbolehkan) ; krn asal dari semua adat istiadat (kebiasaan) ialah mubah.
[2] Peruntukan bid’ah di dalam Ad-Dien (Islam) hukum haram, krn yg ada dalam dien itu ialah tauqifi (tdk bisa dirubah-rubah) ; Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Arti : Barangsiapa yg mengadakan hal yg baru (beruntuk yg baru) di dalam urusan kami ini yg bukan dari urusan tersebut, maka peruntukan di tolak (tdk diterima)”. Dan di dalam riwayat lain disebutkan : “Arti : Barangsiapa yg beruntuk suatu amalan yg bukan didasarkan urusan kami, maka peruntukan di tolak”.
MACAM-MACAM BID’AH
Bid’ah Dalam Ad-Dien (Islam) Ada Dua Macam :
[1] Bid’ah qauliyah ‘itiqadiyah : Bid’ah perkataan yg keluar dari keyakinan, seperti ucapan-ucapan orang Jahmiyah, Mu’tazilah, dan Rafidhah serta semua firqah-firqah (kelompok-kelompok) yg sesat sekaligus keyakinan-keyakinan mereka.
[2] Bid’ah fil ibadah : Bid’ah dalam ibadah : seperti beribadah kpd Allah dgn apa yg tdk disyari’atkan oleh Allah : dan bid’ah dalam ibadah ini ada beberapa bagian yaitu :
[a]. Bid’ah yg berhubungan dgn pokok-pokok ibadah : yaitu mengadakan suatu ibadah yg tdk ada dasar dalam syari’at Allah Ta’ala, seperti mengerjakan shalat yg tdk disyari’atkan, shiyam yg tdk disyari’atkan, atau mengadakan hari-hari besar yg tdk disyariatkan seperti pesta ulang tahun, kelahiran dan lain sebagainya.
[b]. Bid’ah yg bentuk menambah-nambah terhadap ibadah yg disyariatkan, seperti menambah rakaat kelima pada shalat Dhuhur atau shalat Ashar.
[c]. Bid’ah yg terdpt pada sifat pelaksanaan ibadah. Yaitu menunaikan ibadah yg sifat tdk disyari’atkan seperti membaca dzikir-dzikir yg disyariatkan dgn cara berjama’ah dan suara yg keras. Juga seperti membebani diri (memberatkan diri) dalam ibadah sampai keluar dari batas-batas sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
[d]. Bid’ah yg bentuk menghususkan suatu ibadah yg disari’atkan, tapi tdk dikhususkan oleh syari’at yg ada. Seperti menghususkan hari dan malam nisfu Sya’ban (tanggal 15 bulan Sya’ban) untuk shiyam dan qiyamullail. Memang pada dasar shiyam dan qiyamullail itu di syari’atkan, akan tetapi pengkhususan dgn pembatasan waktu memerlukan suatu dalil.
HUKUM BID’AH DALAM AD-DIEN
Segala bentuk bid’ah dalam Ad-Dien hukum ialah haram dan sesat, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Arti : Janganlah kamu sekalian mengada-adakan urusan-urusan yg baru, krn sesungguh mengadakan hal yg baru ialah bid’ah, dan setiap bid’ah ialah sesat”. [Hadits Riwayat Abdu Daud, dan At-Tirmidzi ; hadits hasan shahih].
Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Arti : Barangsiapa mengadakan hal yg baru yg bukan dari kami maka peruntukan tertolak”.
Dan dalam riwayat lain disebutkan :
“Arti : Barangsiapa beramal suatu amalan yg tdk didasari oleh urusan kami maka amalan tertolak”.
Maka hadits tersebut menunjukkan bahwa segala yg diada-adakan dalam Ad-Dien (Islam) ialah bid’ah, dan setiap bid’ah ialah sesat dan tertolak.
Arti bahwa bid’ah di dalam ibadah dan aqidah itu hukum haram.
Tetapi pengharaman tersebut tergantung pada bentuk bid’ahnya, ada diantara yg menyebabkan kafir (kekufuran), seperti thawaf mengelilingi kuburan untuk mendekatkan diri kpd ahli kubur, mempersembahkan sembelihan dan nadzar-nadzar kpd kuburan-kuburan itu, berdo’a kpd ahli kubur dan minta pertolongan kpd mereka, dan seterusnya. Begitu juga bid’ah seperti bid’ah perkataan-perkataan orang-orang yg melampui batas dari golongan Jahmiyah dan Mu’tazilah. Ada juga bid’ah yg mrpk sarana menuju kesyirikan, seperti membangun bangunan di atas kubur, shalat berdo’a disisinya. Ada juga bid’ah yg mrpk fasiq secara aqidah sebagaimana hal bid’ah Khawarij, Qadariyah dan Murji’ah dalam perkataan-perkataan mereka dan keyakinan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan ada juga bid’ah yg mrpk maksiat seperti bid’ah orang yg beribadah yg keluar dari batas-batas sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan shiyam yg dgn berdiri di terik matahari, juga memotong tempat sperma dgn tujuan menghentikan syahwat jima’ (bersetubuh).
Catatan :
Orang yg membagi bid’ah menjadi bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah syayyiah (jelek) ialah salah dan menyelesihi sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Arti : Sesungguh setiap bentuk bid’ah ialah sesat”.
Orang yg membagi bid’ah menjadi bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah syayyiah (jelek) ialah salah dan menyelesihi sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Arti : Sesungguh setiap bentuk bid’ah ialah sesat”.
Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menghukumi semua bentuk bid’ah itu ialah sesat ; dan orang ini (yg membagi bid’ah) mengatakan tdk setiap bid’ah itu sesat, tapi ada bid’ah yg baik !
Al-Hafidz Ibnu Rajab mengatakan dalam kitab “Syarh Arba’in” mengenai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Setiap bid’ah ialah sesat”, mrpk (perkataan yg mencakup keseluruhan) tdk ada sesuatupun yg keluar dari kalimat tersebut dan itu mrpk dasar dari dasar Ad-Dien, yg senada dgn sabda : “Arti : Barangsiapa mengadakan hal baru yg bukan dari urusan kami, maka peruntukan ditolak”. Jadi setiap orang yg mengada-ada sesuatu kemudian menisbahkan kpd Ad-Dien, padahal tdk ada dasar dalam Ad-Dien sebagai rujukannya, maka orang itu sesat, dan Islamberlepas diri dari ; baik pada masalah-masalah aqidah, peruntukan atau perkataan-perkataan, baik lahir maupun batin.
Dan mereka itu tdk mempunyai dalil atas apa yg mereka katakan bahwa bid’ah itu ada yg baik, kecuali perkataan sahabat Umar Radhiyallahu ‘anhu pada shalat Tarawih : “Sebaik-baik bid’ah ialah ini”, juga mereka berkata : “Sesungguh telah ada hal-hal baru (pada Islam ini)”, yg tdk diingkari oleh ulama salaf, seperti mengumpulkan Al-Qur’an menjadi satu kitab, juga penulisan hadits dan penyusunannya”.
Adapun jawaban terhadap mereka ialah : bahwa sesungguh masalah-masalah ini ada rujukan dalam syari’at, jadi bukan diada-adakan. Dan ucapan Umar Radhiyallahu ‘anhu : “Sebaik-baik bid’ah ialah ini”, maksud ialah bid’ah menurut bahasa dan bukan bid’ah menurut syariat. Apa saja yg ada dalil dalam syariat sebagai rujukan jika dikatakan “itu bid’ah” maksud ialah bid’ah menurut arti bahasa bukan menurut syari’at, krn bid’ah menurut syariat itu tdk ada dasar dalam syariat sebagai rujukannya.
Dan pengumpulan Al-Qur’an dalam satu kitab, ada rujukan dalam syariat krn Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan penulisan Al-Qur’an, tapi penulisan masih terpisah-pisah, maka dikumpulkan oleh para sahabat Radhiyallahu anhum pada satu mushaf (menjadi satu mushaf) untuk menjaga keutuhannya.
Juga shalat Tarawih, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat secara berjama’ah bersama para sahabat beberapa malam, lalu pada akhir tdk bersama mereka (sahabat) khawatir kalau dijadikan sebagai satu kewajiban dan para sahabat terus sahalat Tarawih secara berkelompok-kelompok di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup juga setelah wafat beliau sampai sahabat Umar Radhiyallahu ‘anhu menjadikan mereka satu jama’ah di belakang satu imam. Sebagaimana mereka dahulu di belakang (shalat) seorang dan hal ini bukan mrpk bid’ah dalam Ad-Dien.
Begitu juga hal penulisan hadits itu ada rujukan dalam syariat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk menulis sebagian hadits-hadist kpd sebagian sahabat krn ada permintaan kpd beliau dan yg dikhawatirkan pada penulisan hadits masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara umum ialah ditakutkan tercampur dgn penulisan Al-Qur’an. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat, hilanglah kekhawatiran tersebut ; sebab Al-Qur’an sudah sempurna dan telah disesuaikan sebelum wafat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka setelah itu kaum muslimin mengumpulkan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagai usaha untuk menjaga agar supaya tdk hilang ; semoga Allah Ta’ala memberi balasan yg baik kpd mereka semua, krn mereka telah menjaga kitab Allah dan Sunnah Nabi mereka Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar tdk kehilangan dan tdk rancu akibat ulah peruntukan orang-orang yg selalu tdk bertanggung jawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar